Berapa
waktu yang lalu ada seorang sahabat yang memberi masukan-masukan pada tulisan
saya melalui chat. SPOK-nya masih belum pas. Tentu, saya berterima kasih atas
hal itu. Karena peran sahabat, bukan hanya sekedar berada dalam suka dan duka
yang kita miliki. Tapi bisa memberi nasihat bila ada kekhilafan, memberi kritik
bila ada ketidakpasan, memberi pujian bila memang pantas dipuji. Meminjam
istilah seorang gadis cantik yang cerdas. Sepaket Kripik
Pedas dan Es Krim Cokelat.
Respon?
tentu saja saya langsung merespon, karena itu kebaikan buat saya. Apalagi saya
masih sangat bodoh dalam soal tulis-menulis.
Dan
sore itu juga, saya berniat untuk membeli buku Komposisi Bahasa Indonesia, atau
sejenisnya. Sayang, hujan cukup lebat. Perlu cukup pertimbangan untuk sekedar memutuskan
keluar dari kediaman.
Memutuskan?
Kata
memutuskan, tiba-tiba menyusup dalam pikiran saya. Memutuskan adalah ujung dari
pertimbangan. Memutuskan tanpa pertimbangan itu membabi buta. Pertimbangan
tanpa keputusan itu sia-sia. Dalam permainan catur saja, perlu kehati-hatian
dalam melangkahkan bidak-bidaknya. Jangan sampai karena terlalu bernafsu
menyerang, tapi lupa dengan pertahanannya. Tapi juga sebaliknya, jangan sampai
karena terlalu asyik membangun pertahanan, lupa membuka langkah menyerang. Ya, strategi
pertahanan juga harus dibangun, seiring dengan membuka langkah untuk menyerang.
Melihat medan adalah keharusan. Karena kita perlu tahu, langkah lawan main
kita. Belum lagi, suara penonton yang tak sabar dengan proses pertandingan. Ya,
semua hal itu, bisa sangat mempengaruhi suatu kecantikan permainan. Karena,
kecantikan permainan, itu yang akan dikenang oleh lawan maupun kawan. Terlepas
kita akan menjadi pemenangnya ataupun tidak.
Ah,
hal itu bisa jadi berlaku untuk hal lain, bisa jadi juga tidak ...
Kenapa
saya mesti menelaah hal tersebut, aneh-aneh saja saya ini. Bukankah tadinya,
saya hanya ingin ke toko buku. Hehehe....
Akhirnya
saya memutuskan untuk menerjang hujan sore itu, tanpa sepeda motor saya. Biarkan dia merana sendirian di garasi.
Menyingsingkan
celana, sampai dibawah lutut, lalu menyambar payung. Melangkahkan kaki, pada
rintik-rintik hujan yang demikian elok menari di atas jalan.
***
Senyum
penjaga toko buku, menyapa saya sesampai di sana. Saya, menuju pada rak buku
tentang ketata bahasaan. Tidak sukar untuk menemukan buku Komposisi Bahasa
Indonesia. Saya, jadi gelap mata kalau
sudah di toko buku. Kalau tidak melihat ukuran kantong. Banyak buku yang ingin saya beli. Padahal,
diperpustakaan mungil saya di kos-kosan. Ada puluhan buku yang sudah saya beli,
dan belum sempat dibaca. Salah satunya adalah bukunya Ibnu Khaldun, Mukaddimah,
yang tebalnya lebih dari seribu halaman.
Dan
sore itu, satu kantong plastik berisi dua belas buku. Siap dibawa pulang.
Dalam langkah kaki pulang, sore itu,
saya mengucapkan terima kasih, kepada semuanya yang telah tidak bosan
mengirimkan sepaket keripik pedas dan es krim cokelat....:D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar