Ketika
memasuki ruang keramaian seperti pasar, terminal, stasiun, dll. Waspada menjadi
kata keharusan. Karena pencopet, penjambret, tukang tipu, ataupun modus
kejahatan lainnya. Seolah tengah menunggu kelengahan.
Pun
halanya dengan diri saya waktu itu, saat memasuki stasiun di selatan Jakarta.
Dompet yang tadinya berada di saku celana bagian belakang. Saya pindah ke saku
bagian depan. Apakah itu, sudah cukup aman? belum tentu.
Karena,
saat memasuki gerbong kereta, ada seorang yang berteriak kecopetan HP.
Konsentrasi saya pun beralih kepada kegaduhan itu. Orang yang merasa kehilangan
HP itu, kemudian keluar gerbong. Saya kira dia akan mencari HP-nya. Saat tangansaya
meraba ssaya, dimana tempat dompetsaya berada. Ternyata dompet telah raib. Saya
baru ‘ngeh’ kalau peristiwa itu hanya modus belaka ....
Kalut?
mungkin ...
Betapa
tidak manusiawinya yang tega megambil dompet. Yang di dalamnya berisi uang
untuk menyambung hidup seseorang sampai akhir bulan.
Pada
titik itu, saya punya keyakinan. Bahwa ada yang Maha Memberi Sandaran, dikala
tak ada tempat lain untuk bersandar.
Dengan
gontai saya berjalan, menyusuri jalan beraspal yang memanas. Tujuan sama,
seperti tujuan semula, yaitu tempat seminar. Cuma, seharusnya bisa naik angkot.
Sesampai di di gedung. Saya duduk di
kursi tunggu. Tangan saya meraba sebuah benda batangan berada di saku
kemeja. Ya, HP.
Untung
HP tidak ikut raib. Meski isi pulsa sangat minim. barangkali hanya bisa untuk
sms saja. Buru-buru saya kabari salah
satu teman untuk menjemput.
Teman
saya datang setelah seminar hampir selesei. Tentu kedatangannya ibarat malaikat
penolong buat saya.
Ternyata
ada cintanya seorang sahabat yang tersirat dalam peristiwa itu. Tentunya,
berbeda dengan cintanya kekasih yang kerap memabukan. Hehehe ...
Aku masih ingat kata-katanya, "Jika kamu sukses nanti,
kisah ini adalah sejarah buatmu.”
Saya
selalu suka caranya membesarkan hati orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar