Sabtu, 28 April 2012

MUNGKINKAH BERSEMI KEMBALI?


Sebenarnya Parto tak kuasa  lagi menahan rasa yang meletup-letup dalam dirinya. Siapa lagi kalau bukan kepada Marti, Sang Pujaan hati --cinta lamanya. Namun, segala suasana hatinya belum sempat dia ungkapkan langsung kepada Si Empunya paras jelita itu. Paling dia hanya bisa curhat kepada sahabatnya Si Soleh, yang sebenarnnya nyebelin.
“Semalam habis chatingan sama Marti?” ucap Parto sambil memainkan remot televisi.
“O iya,” jawab Soleh agak ketus.
“Iya,”
“Apa katanya?”
“Baru kali ini dia mengaku kalau aku keren,” ucap Parto bangga.
Soleh yang tadinya sedang leyeh-leyeh berbaring, kontan bangun dan duduk. Menatap Parto dengan roman muka yang sangat serius, tanpa berkedip.
“Serius, Dia bilang seperti itu?
Sambil terus menatap Parto tanpa berkedip Soleh mendekatkan mukannya ke wajah Parto. Kontan, Parto pun langsung menghindar.
Hahaha...
Soleh pun tertawa ngakak, lalu dia kembali menyandarkan tubuhnya ke dinding kamar kos-kosan, dan mengambil remot yang ada di tangan Parto.
“Jangan sampai telat, meski satu menit pun,” celetuk Parto. Sambil memencet remot televisi yang dipegangnya. Dia telah mengganti ke acara serial Golok Pembunuh Naga.
“Sial,” desis Parto, melirik sahabatnya.
Soleh kembali tertawa ngakak, dia merasa bisa mengerjai sahabatnya itu.
***
Kalau hari Sabtu, Parto berangkat kerja cuma sore saja. Pagi ini dia tengah membaca novel yang baru dibelinya kemarin. Tiba-tiba saja Soleh nongol begitu saja di depan kamar kosnya, denga handuk yang terlilit di pinggang.
“Habis lebaran, aku dengar Marti mau menikah,” celetuk Soleh.
“Terserah!” Parto sebel sambil melempar pensil yang tengah dipegannya itu ke arah Soleh..
“Hahaha... cinta memang membuat orang jadi gila,” ucap Soleh seraya mengeloyor pergi.
Parto benar-benar dibuat sebel oleh perilaku sahabatnya itu. Dia pun lebih memilih diam saja. Dari pada menanggapi ulah si Soleh yang jika di terusin, ledekan Soleh akan semakin menjadi-jadi.
Parto memang pernah mendengar kabar kalau Marti sudah punya gebetan saat kuliah di Jogja beberapa tahun yang lalu. Bahkan yang dia dengar kalau keluarga Marti dan keluarga gebetannya itu sudah saling kenal dan dekat. Waktu itu, galau yang berkepanjangan pun dialaminya. Saat-saat itulah dia akui, kalau Marti memang gadis yang berarti untuk hatinya. Bagaimana tidak, satu-satunya wanita yang mampu menggetarkan hatinya saat mendengar namannya adalah Marti.
“Ah, Marti, kau memang sekuntum mawar merah yang sedang mekar-mekarnya,” gumam Parto, sambil menatapi foto Marti yan terpampang menjadi background di layar monitor laptopnya.
Parto memang berhasil menculik beberapa foto Marti, di koleksi foto di dinding facebook-nya Marti.
“Aku sadari, Marti memang tambah semakin cantik, dan tentunya semakin banyak laki-laki yang ingin menjadikannya menjadi belahan jiwa.” Soleh nongol kembali, kali ini rambutnya terlihat sudah basah.
Parto tidak respon sedikit pun dengan polah sahabatnya itu.
“Yah, begitu saja sudah mutung,” celetuk Soleh cengengesan.
Parto cuma melirik ke arah Soleh yang berdiri di pintu kamarnya.
“Percayalah bro, andaikan Marti di ujung lautan pun, jika memang dia ditakdirkan untukmu, entah bagaimana caranya, dia pasti akan kembali kepadamu.”
“Sudah sana, nggak usah berceracau, sebentar lagi jam sembilan,” ucap Parto.
Soleh pun lenyap dari pintu kamar Parto. Dan nongol lagi  dengan sudah menggunakan seragam kerja.
“Aku tinggal dulu ya Bro, dan renungkanlah kata-kataku yang terakhir itu,” tukas Soleh cengengesan, seraya mengeloyor pergi.
Sepeniggalan Soleh, Parto kembali asyik dengan menatap wajah jelita di layar monitor laptopnya. Lalu mengaktifkan sebuah lagu galau. Some one like you.

Jakarta, 28 April 2012




~ Yang Parto tau cintanya kepada Marti masih untuh seperti dulu. Namun, dia akan tidak bahagia jika orang yang dicintainya juga tidak bahagia kalau dengan terpaksa menerima cintanya. Biarlah suatu saat kelak Marti sadar, kalau Parto adalah laki-laki yang benar-benar mencintainya.
"Kuharap kelak kau akan cintai aku, saat kau tau kalau aku setia menunggumu," begitu ceracaunya.








Senin, 23 April 2012

BAYANGKANLAH HAL YANG INDAH


Soim, saat ini harus berhadapan dengan dengan hal yang sebelumnya belum pernah dia hadapi, dia harus dioperasi. Dia menogok kearah pasien yang ada di sebelah kiri ranjangnya. Dilihatnya laki-laki setengah baya yang merintih-rintih. Dan seorang wanita setengah baya pula yang tengah menunggui laki-laki itu.
“Mas, mau operasi juga, ya?”
Sebuah suara tiba-tiba mengagetka dirinya. Dia pun membalikan badanya. Seorang laki-laki tua yang tengah berbaring di ranjang sebalah kanan ranjangnya, menatap ke arahnya. Soim pun mengangguk santun.
“Iya, Pak,” jawabnya.
“Bayangkanlah hal yang indah,” ucap laki-laki tua itu lagi.
“Maksud Bapak?” Soim menatap bingung laki-laki tua itu.
“Saat menghadapi operasi nanti, bayangkanlah hal yang indah,” tegasa laki-laki tua itu.
“Hal yang indah?”
“Iya, betul sekali. Mas, harus berpikir bahwa operasinya bakal berhasil, peralatan operasinya canggih, dokternya juga ahli,”
“O begitu ya, Pak.”
“Iya... dan yang terpenting berpikirlah, kalau sesudah operasi nanti kamu akan lebih baik, lebih produktif,” sambung laki-laki tua itu.
Soim hanya manggut-manggut. Dia menatap laki-laki tua di hadapannya itu.
“Bapak, juga mau operasi?” pertanyaan itu mengalir begitu saja dari mulut Soim.
“Saya?”
“Iya.”
“Malam lalu saya baru di opersi, persis sesudah Bapak di sebalah,” ucap laki-laki tua itu sambil tangannya menunjuk ke arah Laki-laki setengah baya yang tengah merintih-rintih di ranjang sebelah kiri Soim.
Soim pun menoleh ke arah yang di maksud kemudian menatap lagi laki-laki tua di hadapannya itu. Dia baru menyadari kalau ada situasi yang berbeda dengan ke dua orang tersebut, walau keduanya sama-sama baru menjalani operasi. Yang satu merintih-rintih, yang satunya begitu tenang.
“Bapak operasi apa?”
“Operasi Hernia,”
“Hernia?”
“Iya.”
“Mas, kok nggak ada yang ngantar ,” laki-laki tua itu balik bertanya.
“Saya ditemani  Ayah saya, kebetulan beliau sedang ngurus administrasinya,” jawab soim.
“O,”

***
Keputusan Soim untuk operasi, memang sudah bulat. Hernia sudah dideritanya semenjak satu tahun setengah yang lalu. Berbagai pengobatan alternatif pun telah di cobanya, baik mengkonsumsi obat herbal, jamu-jamuan, hingga di urut. Dia juga memakai “celana dalam khusus”. Namun semua itu tidaklah menjadi solusi.
“Hernia itu, usus yang keluar dari tempatnya, karena dinding Abdomen bagian bawah itu sobek, tak mungkin sobekan itu akan rapat kembali kalau di tidak di operasi,’’ saran Nizar teman karibnya.
“Aku tau, Niz. Namun aku harus menunggu cukup puny uang untuk melakukan operasi, dan aku tidak ingin mebebankan semua itu kepada orang lain, termasuk keluargaku,” tanggapnya.
Soim membenarkan apa yang dikatakan Nizar, kalau dia harus sesegera mungkin untuk melakukan operasi.
Dengan pertimbangan yang panjang itulah dia lantas minta ijin kepada Bos di tempat kerjannya untuk cuti. Bosnya yang memang sudah tau tentang Hernia yang diderita Soim, langsung mengijinkannya. Bahkan Bosnya itu memberi waktu kepada Soim untuk benar-benar sembuh.
“Ini, ada sedikit uang, barangkali sedikit membantumu,” ucap Bosnya sambil menyodorkan amplop warna coklat.
“Iya, terima kasih,”
***
“Bapak Soim silahkan, mengganti pakaiannya,” ucap salah seorang suster yang membawa pakaian operasi.
Soim pun segera mengganti pakaian di kamar mandi yang memeng disediakan untuk pasien-pasien yang ada di ruang itu. Setelah selesei ganti dengan pakaian operasi. Dia diantar oleh perawat cantik itu ke ruang operasi dengan menggunakan kursi roda.
Soim mulai mempraktekkan, apa yang di ucapkan oleh laki-laki tua. Membayangkan yang indah, agar luka tak selamanya menyakitkan.
Jakarta, 23 April 2012



 
~ Saat akan menghadapi operasi, Soim benar-benar mensugesti dirinya. Kalau operasinya akan berhasil, dokter yang melakukannya ahli, alat yang dipakai canggih, dan yang tak kalah penting dia membayangkan kalau sesudah operasi nanti dia akan lebih produktif lagi.
"Tak selama luka itu terasa menyakitkan!" ceracaunya.






Minggu, 15 April 2012

Cintanya Cinta Sepasang Merpati Senja


Cintanya Cinta Sepasang Merpati Senja

Suatu saat nanti, kau pun akan menjadi nenek seperti dia
Rambutmu akan memutih
Pipimu kempot dan gigimu nyaris tak tersisa

Namun aku akan terus berusaha memelihara cintaku padamu

Akan kuremas jari-jemari tanganmu dan akan kukecup punggungnya

Mungkin kau akan terkekeh saat itu
“Dasar Kakek peot.” Begitu godamu
“Ah, Nenek kempot.” Begitu balasku

Mungkin, suatu saat nanti tidur kita sudah saling memunggungi
Raga kita sudah terlalu lelah untuk bersatu lagi
Aku pun akan meyakinkan dirimu. Bahwa, cinta jiwa itu akan lebih sejati

Saat itu aku akan memandangi matamu
Mata yang bening itu, yang selalu menyalakan api cinta mempesona
“Ah, kau masih saja ayu seperti dulu,” rayuku
“Hu … um, aku juga ingin selalu bersamamu,” bisikmu

Ah, kau