Sebenarnya,
sudah dari kemarin saya ingin menuliskan tentang peran serta wanita. Namun di
beberapa paragraf sudah mentok. Kemudian saya menuliskannya lagi dari angel
yang lain. Itu pun sama. Mentok. Mungkin karena otak saya sedang jongkok. Ya,
kalau alasan lainnya, yang mungkin terkesan ngeles. Ya, karena banyak hal yang
sedang saya pikirkan. Hehe ....
Maka,
pagi ini saya mencoba merangkai puzzle-puzzle tulisan saya kemarin yang
terpotong-potong ....
Dari
jaman dahulu sampai sekarang peran serta wanita telah mewarnai sejarah kehidupan.
Begitu pula dalam sejarah di nusantara. Telah kita kenal para pahlawan-pahlawan
wanita yang aksinya menggetarkan.
Nama-nama seperti Raden Ajeng Kartini, Cut Nya’ Dhien, Cut Mutiah, Nyi.
Ageng Serang, Dewi Sartika, Nyi Ahmad Dahlan, Ny. Walandouw Maramis, Christina
Martha Tiahohu, dan lainnya.
Terlepas
dari itu, banyak wanita-wanita hebat lain yang barangkali tidak terekspos. Yang
selalu menjadi pertanyaan pada benak saya, dan mungkin benak kita semua.
Siapakah para wanita yang telah melahirkan dan merawat para pemimpin besar di
negeri ini. Siapa pula para pendamping mereka. Karena, tak bisa dipungkiri,
di belakang seorang laki-laki yang hebat, pasti ada wanita yang menghebatkannya.
Yang demikian rela, dan tak menonjolkan diri. Ya, tentu ada sebuah kecerdasan
emosi di sana. Kecerdasan yang tidak kekanak-kanakkan. Karena bisa menempatkan
diri, mana yang memang harus muncul dipermukaan, mana yang tidak. Walupun
sama-sama punya peran yang penting.
Tentunya dalam konteks di atas, ingin saya katakan
bahwa, banyak pahlawan-pahlawan wanita. Yang terekspos maupun takterekspos
dalam sejarah bangsa kita.
Dalam
kaitan dengan salah satu Pahlawan Wanita yang diperingati hari ini. Yaitu Raden
Ajeng Kartini. Saya jadi ingat, masa-masa dulu di daerah. Di mana peringatan
kartini, seperti sebuah pesta kebaya. Ada-tidak ada, diada-adakan. Banyak para
orang tua, yang kemudian hutang untuk
menyewa kebaya dan membayar tukang rias.
Karena sekolah anaknya mewajibakan, berkebaya pada peringatan hari
kartini. Mungkin hal ini juga sampai sekarang.
Ya,
tidak menafikan bahwa hal ini, membawa berkah tersendiri, buat tukang rias. Dan
tukang ojek juga terkena imbasnya. Karena rupanya, para anak-anak yang sudah mengenakan kebaya, tidak mau
berdesak-desakkan naik angkot. Mungkin takut, kalau berdesak-desakkan, jadi
berkeringat, dan bedak yang mereka pakai jadi luntur.
Nampaknya,
memakai kebaya dalam peringatan hari Kartini, bukan hal yang asing buat kita. Padahal
itu baru dari eksplorasi fisik semata. Tak ada yang salah dalam pemakaian kebaya
di sini. Saya cuma ingin katakan bahwa, bagi yang di hari kartini, tidak
sempat/dapat memakai kebaya. Jangan bersedih. Karena masih banyak sisi karakter
Kartini yang bisa diteladani, tanpa harus membayar sewa kebaya dan tukang
rias.
Sampai
di sini saya jadi teringat, kalau dulu saya pernah membacakan puisi. Pada lomba
baca puisi di sekolah. Tentu disaksikan oleh teman-teman cantik saya yang memakai
kebaya. Ya, saya cuplikan endingnya saja, begini:
Wahai anak perawan
Jangan sampai mimpimu kesiangan
Karena, sehabis gelap terbitlah terang
lalu setelah itu ... gelap lagi.
Kontan
bebarapa teman cantik saya yang memakai kebaya. Ada yang melotot. Mungkin
mereka yang suka kesekolah datang kesiangan. Hehehe ....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar