Sabtu, 20 April 2013

Peringatan Hari Kartini dan Kebaya





Sebenarnya, sudah dari kemarin saya ingin menuliskan tentang peran serta wanita. Namun di beberapa paragraf sudah mentok. Kemudian saya menuliskannya lagi dari angel yang lain. Itu pun sama. Mentok. Mungkin karena otak saya sedang jongkok. Ya, kalau alasan lainnya, yang mungkin terkesan ngeles. Ya, karena banyak hal yang sedang saya pikirkan. Hehe ....
Maka, pagi ini saya mencoba merangkai puzzle-puzzle tulisan saya kemarin yang terpotong-potong ....
Dari jaman dahulu sampai sekarang peran serta wanita telah mewarnai sejarah kehidupan. Begitu pula dalam sejarah di nusantara. Telah kita kenal para pahlawan-pahlawan wanita  yang aksinya menggetarkan. Nama-nama seperti Raden Ajeng Kartini, Cut Nya’ Dhien, Cut Mutiah, Nyi. Ageng Serang, Dewi Sartika, Nyi Ahmad Dahlan, Ny. Walandouw Maramis, Christina Martha Tiahohu, dan lainnya.
Terlepas dari itu, banyak wanita-wanita hebat lain yang barangkali tidak terekspos. Yang selalu menjadi pertanyaan pada benak saya, dan mungkin benak kita semua. Siapakah para wanita yang telah melahirkan dan merawat para pemimpin besar di negeri ini. Siapa pula para pendamping mereka. Karena, tak bisa dipungkiri, di belakang seorang laki-laki yang hebat, pasti ada wanita yang menghebatkannya. Yang demikian rela, dan tak menonjolkan diri. Ya, tentu ada sebuah kecerdasan emosi di sana. Kecerdasan yang tidak kekanak-kanakkan. Karena bisa menempatkan diri, mana yang memang harus muncul dipermukaan, mana yang tidak. Walupun sama-sama punya peran yang penting.
 Tentunya dalam konteks di atas, ingin saya katakan bahwa, banyak pahlawan-pahlawan wanita. Yang terekspos maupun takterekspos dalam sejarah bangsa kita.
Dalam kaitan dengan salah satu Pahlawan Wanita yang diperingati hari ini. Yaitu Raden Ajeng Kartini. Saya jadi ingat, masa-masa dulu di daerah. Di mana peringatan kartini, seperti sebuah pesta kebaya. Ada-tidak ada, diada-adakan. Banyak para orang tua, yang kemudian hutang  untuk menyewa kebaya dan membayar tukang rias.  Karena sekolah anaknya mewajibakan, berkebaya pada peringatan hari kartini. Mungkin hal ini juga sampai sekarang.
Ya, tidak menafikan bahwa hal ini, membawa berkah tersendiri, buat tukang rias. Dan tukang ojek juga terkena imbasnya. Karena rupanya, para anak-anak  yang sudah mengenakan kebaya, tidak mau berdesak-desakkan naik angkot. Mungkin takut, kalau berdesak-desakkan, jadi berkeringat, dan bedak yang mereka pakai jadi luntur.
Nampaknya, memakai kebaya dalam peringatan hari Kartini, bukan hal yang asing buat kita. Padahal itu baru dari eksplorasi fisik semata. Tak ada yang salah dalam pemakaian kebaya di sini. Saya cuma ingin katakan bahwa, bagi yang di hari kartini, tidak sempat/dapat memakai kebaya. Jangan bersedih. Karena masih banyak sisi karakter Kartini yang bisa diteladani, tanpa harus membayar sewa kebaya dan tukang rias.
Sampai di sini saya jadi teringat, kalau dulu saya pernah membacakan puisi. Pada lomba baca puisi di sekolah. Tentu disaksikan oleh teman-teman cantik saya yang memakai kebaya. Ya, saya cuplikan endingnya saja, begini:
Wahai anak perawan
Jangan sampai mimpimu kesiangan
Karena, sehabis gelap terbitlah terang
lalu setelah itu ... gelap lagi.
Kontan bebarapa teman cantik saya yang memakai kebaya. Ada yang melotot. Mungkin mereka yang suka kesekolah datang kesiangan. Hehehe ....







Tidak ada komentar:

Posting Komentar