Kamis, 10 Mei 2012

ADA CINTA DI MATA ROSMAYA

Jatuh cinta itu hal biasa, tapi baru merasakan cintanya seseorang ketika orangnya sudah jauh meninggalkannya serta kondisinya tidak mungkin, itu hal yang tak lazim. Hal ini sedang dialami Parto saat ini.
Pagi hari Jakarta telah diguyur hujan. Parto mencoba bangkit dari tempat tidurnya, namun rasa sakit dibagian bahu dan lehernya seolah menahannya. Sehingga tidak ada perubahan posisi sama sekali. Pelan-pelan dia memiringkan tubuhnya, dan dibantu dengan tangan dia mencoba untuk duduk.
“Aow,” jeritnya sembari memegangi bagian leher.
Dia merasakan seperti ada urat yang terjepit. Diam mencoba lagi untuk duduk, walau dengan susah payah dia akhirnya berhasil.
Sebenarnya rasa sakit di lehernya, sudah dia rasakan semenjak bangun tidur kemarin, namun saat itu belum terlalu sakit, jadi dia tak mempersoalkannya. Setelah dibawa ikut kegiatan bersama teman-temannya. Rasa sakit itu semakin terasa. Dia pun menduga kalau sakitnya disebabkan oleh salah posisi tidur, kemudian ditambah dia membawa tas ransel saat ikut kegiatan, mungkin itu yang menambah rasa sakit. Makanya saat acara belum selesei dia pamit undur diri.
***
Rasa sakit pagi ini, memang tidak terlalu membuat dia sedih, namun sakitnya saat ini membuat ia teringat Rosmaya teman sekolahnya dulu.
Masih membekas dalam ingatannya ketika Parto dulu tengah sakit, elergi obat. Di mana hampir seluruh kulit di tubuhnya melepuhseperti orang terbakar. Untung, waktu itu keluarganya segera membawanya ke Rumah sakit. Bahkan kata dokter kalau telat sedikit saja nyawanya bisa tak tertolong. Saat itu Rosmaya juga menjenguk ke Rumah Sakit bersama teman-temannya. Melihat kondisi Parto Rosmaya hanya mampu menangis terisak-isak. Saat penjenguk lain sudah pamit, Rosmaya memilih untuk menemani Parto. Dia duduk disamping Parto berbaring.
“May, sebaiknya kamu istirahat saja, biar bapakku saja yang menemaniku,” Bisik Parto pelan.
 “Bapakmu kan, cape, Mas, biarlah aku yang menggantikannya… Aku sangat mengkhawatirkanmu, Mas.” Ucap Rosmaya.
Bapak Parto juga ikut membujuk Rosmaya untuk pulang saja, namun Rosmaya tetap pada kemauan hatinya untuk menemani Parto.
Saat orang lain melihat Parto dengan tatapan jijik, Justru Rosmaya dengan tulus bersedia menemani Parto.
Itulah hal yang membuat Parto selalu teringat Rosmaya, disaat-saat dia sakit.
Mungkin saat itu Parto memang kurang peka atas sikap Rosmaya. Pernah juga, dulu pada saat Parto bertadang ke rumah Rosmaya. Secara tidak langsung ada sinyal yang diperlihatkan oleh Rosmaya kepada Parto tentang isi hatinya.
Saat itu Parto ke rumah Rosmaya, dia berniat untuk mengambil buku yang Rosmaya Pinjam, hingga akhirnya mereka terlibat pembicaraan soal cinta.
“Coba tebak, ketika wanita jatuh cinta itu terlihat diapanya?” ucap Rosmaya agak manja.
“Mungkin, matanya,” jawab Parto, asal.
Dan saat Parto ijin mau pulang tiba-tiba Rosmaya menatapnya sembari berkata.
“Apakah engkau melihat cinta di mataku, Mas?”
“Aku tidak tau,” jawab Parto enteng.
 Dia pikir Rosmaya hanyalah bercanda belaka.
***
Bahkan Sinyal itu benar-benar diperlihatkan oleh Rosmaya, saat kakaknya Mba Rina, telah menyuruh dia untuk menerima lamaran salah seorang laki-laki yang mendekati Rosmaya.
“Menurutmu, aku mesti bagaimana, Mas?” ucap Rosmaya terdengar terisak.
Rosmaya menghubungi Parto lewat telpon.
“Bukankah kamu sudah mengambil keputusan,” sela Parto.
“Memang aku telah mengambil keputusan untuk menerima Mas Harun menjadi calon suamiku, namun semua itu karena desakkan dari Mba Rina. Aku tak pernah mencintai Mas Harun,”
Parto ikut bingung dengan apa yang dihadapi Rosmaya, dia merasa harus hati-hati ketika memberikan solusi.
“Mas sejujurnya, aku hanya mencintaimu,” ucap Rosmaya tiba-tiba.
Belum sempat Parto berkata, kalimat yang diucapkan Rosmaya telah membuat dia kaget setengah mati. Dia benar-benar tidak menyangka sebelumnya.
 “May, orang tuak pernah berkata padaku. Ada kalanya kita menikah dengan orang yang kita cintai, dan ada kalanya kita belajar mencintai orang yang menikahi kita.” Itulah kalimat yang akhirnya keluar dari mulut Parto waktu itu.
***
Pagi ini, kisah tentang Rosmaya seperti berputar kembali. Pelan-pelan Parto bangkit dengan masih memegangi lehernya yang semakin terasa sakit. Dibukanya jendela kamarnya. Dia menatap rintik-rintik hujan yang berjatuhan didedaunan pohon belimbing yang berada disebelah kamar kosnya.
Ada rindu yang terasa menelisik dalam dirinya, bercampur dengan rasa bersalah, dan perasaan merasa bodoh. Ia baru mulai menyadarinya, kalau hingga sampai saat ini, dia belum pernah menemukan wanita yang bisa punya cinta terhadap dirinya, seperti cintanya Rosmaya.
Jakarta, 7 Mei 2012

Saat Parto sedang teringat Rosmaya, mulutnya suka berceracau: “Masa lalu biarlah berlalu, masa depan akan datang dengan sendirinya. Perubahan itu, memang terkadang tidak bisa diperkirakan di awal,”




Tidak ada komentar:

Posting Komentar