Sebenarnya Parto tak kuasa lagi menahan rasa yang meletup-letup dalam dirinya. Siapa lagi kalau bukan kepada Marti, Sang Pujaan hati --cinta lamanya. Namun, segala suasana hatinya belum sempat dia ungkapkan langsung kepada Si Empunya paras jelita itu. Paling dia hanya bisa curhat kepada sahabatnya Si Soleh, yang sebenarnnya nyebelin.
“Semalam habis chatingan sama Marti?” ucap Parto sambil memainkan remot televisi.
“O iya,” jawab Soleh agak ketus.
“Iya,”
“Apa katanya?”
“Baru kali ini dia mengaku kalau aku keren,” ucap Parto bangga.
Soleh yang tadinya sedang leyeh-leyeh berbaring, kontan bangun dan duduk. Menatap Parto dengan roman muka yang sangat serius, tanpa berkedip.
“Serius, Dia bilang seperti itu?
Sambil terus menatap Parto tanpa berkedip Soleh mendekatkan mukannya ke wajah Parto. Kontan, Parto pun langsung menghindar.
Hahaha...
Soleh pun tertawa ngakak, lalu dia kembali menyandarkan tubuhnya ke dinding kamar kos-kosan, dan mengambil remot yang ada di tangan Parto.
“Jangan sampai telat, meski satu menit pun,” celetuk Parto. Sambil memencet remot televisi yang dipegangnya. Dia telah mengganti ke acara serial Golok Pembunuh Naga.
“Sial,” desis Parto, melirik sahabatnya.
Soleh kembali tertawa ngakak, dia merasa bisa mengerjai sahabatnya itu.
***
Kalau hari Sabtu, Parto berangkat kerja cuma sore saja. Pagi ini dia tengah membaca novel yang baru dibelinya kemarin. Tiba-tiba saja Soleh nongol begitu saja di depan kamar kosnya, denga handuk yang terlilit di pinggang.
“Habis lebaran, aku dengar Marti mau menikah,” celetuk Soleh.
“Terserah!” Parto sebel sambil melempar pensil yang tengah dipegannya itu ke arah Soleh..
“Hahaha... cinta memang membuat orang jadi gila,” ucap Soleh seraya mengeloyor pergi.
Parto benar-benar dibuat sebel oleh perilaku sahabatnya itu. Dia pun lebih memilih diam saja. Dari pada menanggapi ulah si Soleh yang jika di terusin, ledekan Soleh akan semakin menjadi-jadi.
Parto memang pernah mendengar kabar kalau Marti sudah punya gebetan saat kuliah di Jogja beberapa tahun yang lalu. Bahkan yang dia dengar kalau keluarga Marti dan keluarga gebetannya itu sudah saling kenal dan dekat. Waktu itu, galau yang berkepanjangan pun dialaminya. Saat-saat itulah dia akui, kalau Marti memang gadis yang berarti untuk hatinya. Bagaimana tidak, satu-satunya wanita yang mampu menggetarkan hatinya saat mendengar namannya adalah Marti.
“Ah, Marti, kau memang sekuntum mawar merah yang sedang mekar-mekarnya,” gumam Parto, sambil menatapi foto Marti yan terpampang menjadi background di layar monitor laptopnya.
Parto memang berhasil menculik beberapa foto Marti, di koleksi foto di dinding facebook-nya Marti.
“Aku sadari, Marti memang tambah semakin cantik, dan tentunya semakin banyak laki-laki yang ingin menjadikannya menjadi belahan jiwa.” Soleh nongol kembali, kali ini rambutnya terlihat sudah basah.
Parto tidak respon sedikit pun dengan polah sahabatnya itu.
“Yah, begitu saja sudah mutung,” celetuk Soleh cengengesan.
Parto cuma melirik ke arah Soleh yang berdiri di pintu kamarnya.
“Percayalah bro, andaikan Marti di ujung lautan pun, jika memang dia ditakdirkan untukmu, entah bagaimana caranya, dia pasti akan kembali kepadamu.”
“Sudah sana, nggak usah berceracau, sebentar lagi jam sembilan,” ucap Parto.
Soleh pun lenyap dari pintu kamar Parto. Dan nongol lagi dengan sudah menggunakan seragam kerja.
“Aku tinggal dulu ya Bro, dan renungkanlah kata-kataku yang terakhir itu,” tukas Soleh cengengesan, seraya mengeloyor pergi.
Sepeniggalan Soleh, Parto kembali asyik dengan menatap wajah jelita di layar monitor laptopnya. Lalu mengaktifkan sebuah lagu galau. Some one like you.
Jakarta, 28 April 2012
~ Yang Parto tau cintanya kepada Marti masih untuh seperti dulu. Namun, dia akan tidak bahagia jika orang yang dicintainya juga tidak bahagia kalau dengan terpaksa menerima cintanya. Biarlah suatu saat kelak Marti sadar, kalau Parto adalah laki-laki yang benar-benar mencintainya.
"Kuharap kelak kau akan cintai aku, saat kau tau kalau aku setia menunggumu," begitu ceracaunya.